Konflik antara manusia dan harimau di Suoh akibat Rusaknya Hutan sebagai Habitat Alami hewan buas


(Lambar,
25/02/2024) Konflik antara harimau sumatera dan masyarakat di Bandar Negeri Suoh masih belum terselesaikan, pemerintah ikut andil terhadap kondisi hutan yang sangat memperihatinkan tersebut, lagi dan lagi masyarakat kecil yang menjadi korban.

Hal tersebut disebabkan oleh tidak tegasnya Kementrian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Prov. Lampung terhadap para perambah hutan yang merusak habitat alami dari hewan buas tersebut sehingga, hutan yang seharusnya menjadi habitat alaminya saat ini sudah dikuasai oleh para perambah yang diduga bekerja sama dengan oknum kehutanan.

Masyarakat patut menduga ada kongkalikong atau main mata antara aparat pemerintah dan para perambah hutan sehingga ketidak mampuan aparat untuk menindak tegas oknum-oknum perusak hutan tersebut disebabkan karena telah mengalirnya upeti ke kantong-kantong oknum petugas kehutanan.

Konflik antara manusia dan harimau ini sudah berlangsung cukup lama, tapi dari pemerintah sampai dengan saat ini belum ada langkah konkretnya yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti halnya habitat hewan liar yang ada di Register 39 Blok V yang memang jelas-jelas tidak ada izin HKM-nya sudah dikuasai oleh oknum-oknum pengusaha tertentu, yang seharusnya menjadi habitat hewan liar seperti harimau, gajah, beruang, rusa, kijang dll kini sudah menjadi kebun kopi yang dikuasai oleh segelintir oknum dan itu berlangsung selama bertahun-tahun dan tidak ada tindakan tegas dari aparat.

Kemungkinan besar ada rangkaian kegiatan yang terorganisir, sehingga para oknum tersebut berani untuk melakukan kegiatannya, kalau tidak ada yang membekingi mana mungkin para pelaku tersebut berani merambah hutan register 39 Blok V yang tanpa ada izin HKMnya?

Lalu dimana fungsi pengawasan dari pihak Dinas Kehutanan dan Kementian Kehutanan  sedangkan anggaran untuk reboisasi dan pemeliharaan hutan itu besar sekali, Kejaksaan dan KPK mesti turun untuk melakukan audit investigasi terkait dengan penggunaan anggaran di dinas kehutanan provinsi Lampung, sehingga sinergitas itu benar-benar terlihat dan pelestarian hutan sebagai paru-paru dunia bisa tercapai.

Tidak ada cara lain untuk menghentikan konflik antara manusia dan harimau di BNS Kab. Lampung Barat kecuali mengembalikan fungsi hutan sebagai habitat alami hewan liar.

(Marlin)

Tinggalkan Balasan