Sigerlink, Lampung — Melihat rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Lampung yang hanya 57% dan Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Kota Bandarlampung 52%, menunjukan bahwa kinerja Lembaga Penyelenggaran Pemilu, Seperti KPU dan Bawaslu Provinsi Lampung dianggap tidak efisien dan perlu di evaluasi.
Pendiri Lembaga Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) di Provinsi Lampung yang berlatar belakang Cipayung 98 Plus, sekaligus fraktisi hukum, Andri Trisko, SH.,MH., mengatakan jika angka partisipasi pemilih pada Pilkada serentak khusunya pada Pilgub Lampung dan pilwakot Bandarlampung terbilang cukup rendah selama kurun beberapa periode sebelumnya.
Ia menerangkan, dengan angka partisipasi pemilih yang terbilang sangat rendah itu tentu perlu adanya pengevaluasian yang harus dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu Provinsi Lampung.
Ia juga mengatakan jika lembaga penyelenggara pemilu harus sadar atas kegagalan mereka dalam menumbuhkan dan meningkatkan minat masyarakat akan pentingnya mengikuti pesta demokrasi pemilihan kepada daerah, dengan angka 57% sudah seharusnya ada evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Bawaslu dan KPU Provinsi Lampung.
“sebenarnya apa saja yang telah dilakukan KPU dan Bawaslu Provinsi Lampung sehingga angka partisipasi pemilih pada Pilkada Lampung 57% dan Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Kota Bandarlampung 52%. Bukankah Bawaslu dan KPU sudah memiliki waktu yang cukup panjang dalam mensosialisasikan pilkada ini agar masyarakat tidak Golput,” ungkapanya.
Selain itu, lanjutnya, anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah terhadap dua lembaga penyelenggara pemilu itu tidak sedikit, semua di fasilitasi, seharusnya dengan waktu yang cukup lama dan anggaran yang besar KPU dan Bawaslu dapat meningkatkan partisipasi Pemilih di angka minimal 70%.
Namun dengan angka partisipasi yang sangat kecil itu, tidak bisa dipungkiri ada kegagalan pada kedua lembaga penyelenggara itu, sehingga perlu adanya pengkajian oleh pemerintah tentang efektivitas sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, Apakah sosialisasi sudah tepat sasaran atau hanya sebatas formalitas.
Ia juga mengatakan, melihat dari fenomena ini dirinya sangat sepakat dan mendukung apabila Pemerintah Pusat benar – benar ingin menjadikan Lembaga KPU dan Bawaslu menjadi Badan Ad Hock.
“Saya berpendapat bahwa sudah tepat dan bijak apabila pemerintah mengambil langkah kedepan untuk menjadikan lembaga KPU Maupun Bawaslu menjadi badan adhock agar dapat menghemat anggaran untuk menggaji komisioner – Komisioner KPU dan Bawaslu Daerah, yang nyatanya hari ini tidaklah memberikan dampak yang positif untuk penyelengaraan demokrasi direpublik ini,” ungkapnya.
“ingat tanpa adanya partisipasi dari masyarakat, atau minimnya partisipasi pemilih demokrasi ini apalah artinya,” Tutupnya. (Rzl)